Sejarawan,
Dr Anhar Gonggong berpendapat penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949 di
Yogyakarta untuk menyingkirkan pasukan Belanda, bukan mantan Presiden Soeharto
(ketika itu berpangkat letkol). Melainkan komandan berpangkat yang lebih tinggi
seperti Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Menteri Pertahanan Sri Sultan
Hamengkuwono IX. Dalam diskusi “Serangan Umum 1 Maret 1949″ di Jakarta, sejarawan dari Fakultas Sastra UI itu mengatakan berdasarkan hierarki komando
di militer, inisiatif penyerangan bukan berasal dari seorang komandan brigade
seperti Letkol Soeharto yang menjabat Komandan Brigade III, tetapi seharusnya
berasal dari pejabat lebih tinggi.
Pejabat
militer lebih tinggi itu, katanya, seperti Panglima Besar Jenderal Soedirman,
Menhan Sri Sultan Hamengkubwono IX, Panglima Divisi III Kol Bambang Sugeng,
Wakil Kepala Staf Angkatan Perang Kol TB Simatupang, dan Kepala Staf Angkatan
Perang Kol Abdul Haris Nasution.
Selain
itu, tulisan TB Simatupang (Waktu itu sebagai Kepala Staf Angkatan Perang
RI–red) dalam bukunya Laporan dan Banaran (1960), memuat salinan Instruksi
Rahasia Panglima Divisi III/GM III Kol Bambang Sugeng yang memerintahkan kepada
seluruh kesatuan tentara untuk mengadakan serangan besar-besaran di Yogyakarta
mulai 25 Februari hingga 1 Maret 1949.
Menurut
Anhar, untuk memastikan tentang siapa para pelaku inisiatif Serangan Umum 1
Maret 1949 selain Kol Bambang Sugeng, juga memerlukan penelitian lebih lanjut.
Sedangkan berdasarkan sejumlah dokumen dan sistem hierarki militer bahwa
inisiatif serangan bukan dari Letkol Soeharto.
Karena
itu, menurut Anhar, perlu ada pelurusan sejarah tentang inisiatif Serangan Umum
1 Maret 1949 yang dalam buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah
berasal dari Letkol Soeharto.
Ketika
ditanya tentang keengganan Jenderal AH Nasution dan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX mengungkapkan tentang inisiatif Serangan Umum 1 Maret 1949 bukan berasal
dari Pak Harto, Anhar mengatakan, budaya “sungkan” membuat kedua tokoh takut
mengungkap hal tersebut serta kedudukan Pak Harto sebagai Presiden RI juga
menjadi faktor yang menjadikan orang lain malu megungkapkan kebenaran sejarah.
Kendati
demikian, Anhar mengakui, Letkol Soeharto tetap sebagai pelaksana Serangan Umum
1 Maret 1949 sehingga Indonesia memenangkan diplomasi di PBB bahwa eksistensi
negara Indonesia masih ada yang ditandai TNI berhasil mengusir pendudukan
tentara Belanda dari ibu kota RI, Yogyakarta, pada saat itu.
Sementara
itu, pengamat sejarah Batara Hutagalung yang juga anak pahlawan nasional Letkol
Dr W Hatagalung mengatakan berdasarkan dokumen yang ditulis Letkol Dr W
Hutagalung yang pada 1949 menjabat perwira teritorial di Yogyakarta dan
sejumlah dokumen lain, Serangan Umum 1 Maret 1949 melibatkan banyak
pihak,seperti Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Kementerian Pertahanan.
Selaian
itu, Serangan 1 Maret 1949 yang dilaksanakan Divisi III Militer di Yogyakarta
berdasarkan perintah dari Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk membuktikan
dunia internasional bahwa TNI masih ada dan cukup kuat sehingga dapat
membuktikan eksistensi RI, kata Batara yang juga Ketua Aliansi Reformasi Indonesia
(ARI) itu.
Sedangkan
pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Dr Muchlis
Muchtar MS berpendapat bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 telah menjadi salah
satu tonggak penting bagi kelangsungan negara persatuan dan kesatuan Indonesia.
“Tetapi,
apakah mantan Presiden Soeharto sebagai penggagas serangan itu, kini mulai
banyak dipertanyakan. Maka tugas para sejarawanlah untuk mengadakan penelitian
lebih lanjut masalah itu."
Sumber : Media Indonesia – Politik dan Keamanan
(3/1/00)